Aku duduk di bangku taman sekolah, dengan memandang matahari yang begitu terik aku mengusapkan keringat yang bercucuran di kening ini. Begitu lelahnya aku sampai aku tak menghiraukan beberapa siswa yang memandangiku dengan pandangan aneh. Mungkin mereka bertanya-tanya apa yang aku sedang lakukan dengan sebuah sapu lidi yang sedang aku pegang ini atau bahkan di antara mereka ada yang menertawaiku karena tampilan ku yang begitu lusuh dan sangat tidak rapi ini. Aku tak peduli apa kata mereka karena aku benar-benar sudah sangat membenci diriku ini yang tiap hari harus mengelilingi seluruh lingkungan sekolah dengan ditemani sapu lidi yang terlihat sangat menjijikan ini. Di sini aku sudah tidak seperti murid lagi melainkan tukang kebun sekolah. Aku bosan dengan hidupku ini tapi aku nyaman dengan semua ini mungkin karena aku sudah sangat sering melakukan hal seperti ini. “Hah, aku benar-benar membenci semua ini!” teriakku
“Mengapa kau membenci semua ini?” tanya seseorang,
Aku diam, “mengapa orang ini lagi yang muncul? Apa maunya sih?” batinku
“mengapa kau malah diam?” tanyanya lagi
“apa pentingnya kau bertanya seperti itu?” tanyaku sinis
“oh, tidak apa-apa. Aku hanya heran saja ada ya orang sepertimu?” katanya dan melirik ke arahku
“apa maksudmu?”
“apa kau tak bosan hampir tiap hari kau di hukum?” tanyanya
“kalau kau ke sini hanya untuk menghinaku lebih baik kau pergi saja!” balasku masih sinis
“aku ke sini tidak untuk menghinamu tapi aku ke sini untuk memberimu ini” balasnya dan meyodorkan sebotol air mieral
“makasih tapi aku tidak membutuhkan itu” balasku dan beranjak pergi
“tunggu!” teriaknya, aku pun berhenti melangkah
“aku senang bila kau mau berubah dan aku siap untuk membantumu” lanjutnya
Aku tak menghiraukanya dan memilih untuk meninggalkanya.
—
Aku merasa ada seseorang yang sedang menggoyang-goyangkan badanku. Namun ku tak hiraukan karena aku benar-benar pagi ini merasa sangat mengantuk.
Brukkkkkk!!!
“hah!!!” teriakku dan segera bangun dari tidurku. Ku lihat bu Ani telah berdiri di sampingku dan memandangku penuh kemarahan besar.
“keluarkan tugas mu!” perintahnya garang
“heh, ketinggalan bu” balasku tidak yakin dan dalam batin ini sudah menebak aku pasti akan di hukum lagi.
“Kamu ini, sudah tidur di kelas! Tidak mengerjakan tugas lagi! Kamu ini mau jadi apa nantinya? Masih muda saja malas-malasan begitu. Ingat sebentar lagi kamu akan menghadapi ujian mau dapat nilai berapa kamu kalau seperti ini!” jelas bu Ani panjang lebar
Aku tak berani menjawab semua penjelasan dari bu Ani karena aku juga tau ini adalah kesalahanku.
“Siapa lagi yang tidak mengerjakan tugas?” tanya bu Ani dengan keras
Aku lihat semua anak terdiam dan tak satupun ada yang mengangkat tangan.
Tiba-tiba aku mendegar suara seorang anak lelaki yang memecahkan keheningan kelas.
“Saya bu” celetuknya
“FIRMAN? Kau tak mengerjakan PR-mu?” tanya bu Ani kaget, bagaimana tidak selama ini Firman di kenal sebagai murid paling rajin mengerjakan tugas dan dia pun adalah seorang yang sering menjadi juara sekolah.
Firman hanya mengangguk penuh rasa bersalah.
“baiklah Ibu tidak akan membeda-bedakan murid Ibu, sekarang juga kalian berdua kerjakan tugas kalian di luar, Ibu tidak mau tau pokoknya nanti pergantian jam tugas kalian sudah harus ada pada saya” perintah bu Ani
Aku dan Firman segera membawa buku dan menuju ke perpustakaan.
“Kau bisa mengerjakan soalnya?” tanya Firman padaku yang tengah sibuk melihat 20 butir soal yang sama sekali ku tak mengerti.
“Tentu bisa, kamu jangan memandang rendah diriku” balasku gengsi
“oh, baiklah”
Satu jam kemudian…
“ya ampun ini soal apa maksudnya? Mengapa semua angka seperti ini?” keluhku
Firman menengok ke arahku dengan raut muka penuh tanya.
“Mengapa kau melihatku seperti itu?” tanyaku
Firman tak menjawab pertanyaanku dia malah mengambil buku tugasku yang masih sangat bersih tak ada satupun coretan di buku itu.
“Katanya kau bisa mengerjakan? Sudah lah jangan sok seperti itu, nih salinlah!” perintahnya
Tanpa banyak bicara aku langsung mengambil bukunya dan segera menyalinnya. Kulihat Firman hanya tersenyum dan geleng-geleng melihat tingkahku.
“Kau sudah mengerjakan tugasnya, tapi mengapa kau mengatakan belum mengerjakan tugasnya?” tanyaku usai menyalin tugas
“tidak apa-apa, aku hanya malas saja mengikuti pelajarannya” balasnya enteng dan membuatku menjadi bertanya-tanya. Seorang jenius pun mengatakan kalau dirinya sedang malas? Hah, apa aku tak salah mendengarnya?
“kenapa? kamu heran mengapa aku bisa mengatakan kalau aku malas? Aku kan juga manusia aku bisa kapan saja terserang penyakit malas” balasnya memecahkan tanda tanya dikepalaku. Namun aku masih diam dan sedikit merenungkan perkataanya.
“kamu juga bisa sepertiku, kamu bisa berubah semua manusia bisa berubah” sambungnya
“orang mungkin bisa berubah tapi tidak untukku”
“mengapa tidak? Kau saja belum mencoba. Asalakan ada kemauan dan usaha aku yakin sesuatu itu bisa terwujud. Dan aku siap membantumu jika kau mau”
“kamu memang orang yang baik”
“lalu bagaimana kamu mau berubah?” tanyanya meyakinkan
Aku hanya menggelengkan kepala namun masih mernungkan ajakannya. Firman tersenyum penuh arti namun tak dapat kubaca apa arti senyumnya.
—
Pagi ini aku sudah putuskan untuk berubah menjadi siswi yang lebih baik. Karena setelah ku pikir apa kata Firman pun ada benarnya, mengapa tak kucoba saja untuk berubah. Lagi pula aku juga sudah sangat bosan menjadi diriku yang pemalas ini. Awalnya aku ragu, apakah aku bisa berubah? Namun Firman terus menyemangatiku dan meyakinkanku bahwa aku pasti bisa.
Aku banyak belajar darinya, Firman memang orang yang hebat dia bisa mengajaku untuk berubah. Dia mengajarkan ku betapa hidup ini sungguh indah bila kita juga bisa memanfaatkan hidup ini dengan hal berguna tanpa membuang-buang waktu di masa hidup. Apalagi aku masih muda, waktu hidupku masih lama dan banyak hal yang bisa ku ukir jadi sebuah perjalanan hidup yang penuh arti. Selama beberapa hari ini aku lewatkan hari dengan Firman, aku benar-benar merasakan yang namanya kebahagiaan. Sebuah perasaan yang tak pernah ku dapatkan dan kurasakan muncul di sini. Aku sungguh menikmati hariku yang selalu dipenuhi dengan bunga-bunga ini.
Namun siapa sangka iri, cemburu, marah itu bisa membuat semuanya hancur. Kebahagiaan bisa berubah kesedihan dan keindahan bisa berubah menjadi kejelekan. Seperti halnya aku yang tak bisa menjaga perasaanku dengan baik sampai-sampai aku kehilangan semuanya. Aku kehilangan sahabat terutama, aku benar-benar menyesal dengan semua ini. Mengapa ku sebodoh itu? Mengapa ku tak bisa mengerti arti semua sikap yang dia berikan untukku? Andai waktu bisa di ulang aku tak akan membuat perpisahan menjadi seburuk itu. Aku menyesal sungguh ku sangat merasa bersalah dengan semua ini. Maafkan aku sahabat, kau memang yang terbaik dan akan selalu menjadi yang terbaik. Sekarang aku mengerti tentang arti hidup yang sesungguhnya dalam hidup itu takkan ada perjalanan yang mulus dan pasti akan selalu ada suatu masalah. Dan itu semua tinggal bagaimana cara kita menghadapi masalah itu. Orang yang bisa menaklukan masalah adalah pemenangnya. Maafkan aku yang telah salah menilaimu. Aku harap kita masih bisa bertemu dan aku akan mengucapkan terima kasih padamu. Semua ini karena kau.
Untuk kau yang selalu indah di hati,
Mungkin kau membaca surat ini aku sudah sampai di Prancis. Maafkan aku yang tak bisa langsung berpamitan denganmu. Maafkan aku pula yang telah membuat luka dihatimu tapi sungguh aku sangat tidak bermaksud untuk itu. Ku yakin suatu saat kau kan tau yang sebenarnya. Di sana aku pasti akan selalu mendoakanmu agar selalu menjadi baik. Entah berapa lama aku akan pergi tapi aku yakin bila kita berjodoh pastilah kita akan bertemu kembali. Aku di sana pasti akan merindukanmu. Jaga dirimu baik-baik
Terimakasih kau telah menjadi teman yang baik untukku
Maafkan aku yang telah menyakitimu
Salam hormat,
Firman